Jalan-Jalan (Penuh Drama) ke Pahawang

Pahawang 

Langit biru setelah badai
Okay, jadi ada long weekend di akhir November. Selalu ada beberapa pilihan untuk menghabiskan long weekend. Pilihan pertama adalah hibernasi total di rumah. Artinya, bangun siang, bengong di sofa di depan TV berjam-jam sampai lumutan, order makan via aplikasi dan tidur kembali. Mandi cukup satu kali saja. 

Pilihan kedua adalah mudik ke Solo. Sayang sekali kalau long weekend, harga tiket melonjak tinggi, sampai di Solo juga berlaku hal yang sama, tidur sepuasnya dan ngulet-ngulet saja di rumah. 

Pilihan ketiga adalah ambil trip singkat ke luar kota yang murce merice.
Untuk kali ini, saya pilih yang ketiga. Bersama teman kantor saya, Mei, kami memutuskan untuk berlibur ke Pahawang. Pergi hari Kamis malam, jadi kami masih sempat kerja dulu, dan kembali lagi ke Jakarta Sabtu sore. Woke laaah, saya langsung semangat buat main-main ke pulau.

Ternyata, kenyataan tidak seindah harapan. Perjalanan kali ini penuh drama.

Drama # 1: Keberangkatan

Dari awal kami sudah memutuskan untuk ketemu dengan peserta trip lainnya di meeting point Plaza Semanggi dan berangkat bersama-sama ke Pelabuhan Merak. Jadi memang biasanya para pemain dunia traveling (halah) menggunakan dua meeting point ini. Nah, saya baru tahu loh, ternyata Plaza Semanggi itu dijadikan meeting point banyak trip. Waktu saya tiba di Plaza Semanggi, hari masih sore menjelang malam. Saya bisa sedikit santai dengan makan malam terlebih dahulu. Janjian dengan tripnya kalau kami akan berangkat bersama peserta lain jam 20.00. Ketika kami menunggu, iseng-iseng saya browsing berita. Eh ndilalah (apa ya bahasa Indonesianya) ada berita kalau Pelabuhan Merak ditutup. Heeeeeeh. Kok bisa???

Ternyata ada badai Dahlia. Issss apa-apaan pula ini? Cakep banget namanya. Saya cari-cari lagi informasi dan memang benar sejak pukul 15.00 dermaga di pelabuhan Merak sudah ditutup karena ombak tinggi sekali, angin kencang dan berbahaya jika ada yang menyebrang. Haduuuuh. Gimana dooong?

Kami pun jadi bingung. Beberapa kali Mei menghubungi contact person dari operator travel yang kami pilih. Dan mereka sudah menuju ke Plaza Semanggi untuk menjemput kami. 
Sekitar jam 8 malam, kami ketemu dengan si contact person. Ketika kami tanya mengenai situasi pelabuhan, dengan entengnya dia menjawab kan kalau menyebrang dini hari atau sekitar jam 2-3 pagi, biasanya laut tenang dan aman. Eeeh, kok santai banget yaaa.
Akhirnya kami manutlah menunggu. Udah lama menunggu, rombongan kami hanya bertambah dua lagi, Julian dan Nina. Setelah berkenalan dan mengobrol, kami juga bertanya satu sama lain, kemana peserta lainnya kok nggak ada. 

Tahu-tahu, kami disuruh naik mobil van, dengan beberapa orang lain yang bukan dari group kami. Wah, siapa lagi nih. Tujuan kami sama, yaitu ke Merak, tapi mereka ikut trip yang berbeda. Dan waktu sudah menunjukkan jam 21.00. Mei, sudah merepet dari tadi, karena di kantor kami dibiasakan untuk disiplin dalam waktu, jadi melihat keterlambatan kayak gini, rasanya gemeeessss.
Drama masih berlanjut, jalanan Jakarta benar-benar mengerikan malam itu. Kami tiba di daerah pelabuhan jam 01.00 dini hari. Itu pun sudah antri panjang, karena banyak kendaraan tidak bisa masuk pelabuhan gara-gara ditutup itu.

Pemandangan pelabuhan saat itu, manusia di mana-mana. Di parkiran, di depan loket, di pinggiran toko-toko. Begoleran, duduk, berdiri, makan, ngobrol, ngorok, baca koran. Bergelimpangan di mana-mana.Ini udah kayak mudik lebaran...!!!! Sayang sekali saya tidak sempat mendokumentasikan dengan foto saking syoknya. 

Drama #2: Menanti Kapal 

Dikarenakan masih terkena badai, maka dermaga ditutup. Artinya nggak ada kapal yang melintas, nggak ada kapal yang bisa bersandar juga! Terpaksalah kami terlantar di pelabuhan. Tanpa kepastian kapan berangkat, atau akankah kami berangkat. Setelah menanti berjam-jam dengan gelisah, kami berempat (iya, akhirnya group kecil kami tetap bersama-sama semenjak dari Semanggi), kami membuat beberapa opsi kalau tidak jadi berangkat. Ngider-ngider di sekitar Merak, kembali ke Jakarta dan tiduuuur, atau memantapkan hati tetap berangkat. Di saat-saat terakhir, akhirnya dari panitia travel yang nggak jelas itu menyampaikan kalau kami jadi berangkat dengan kapal. Dan itu sudah menunjukkan pukul 04.30 pagi.

Saya kira udah langsung masuk ke kapal dan bisa tidur nyenyak selama penyebrangan. Ternyata kami masih harus berjalan menyusuri selasar kayak penyebarangan halte bus Transjakarta, bedanya di samping kiri kami bisa melihat ombak yang tinggi menampar-nampar tepian dari pelabuhan. Hiii serem. Berdesakan di selasar menunggu kapal bersandar benar-benar kayak mau mudik.

Kapal bersandar bukan artinya kami langsung melenggang ke kapal. Kami masih harus menunggu penumpang kapak keluar dan berdesak-desakan masuk ke kapal. Perjuangan banget deh. Masuk ke lantai yang dipenuhi dengan mobil, naik tangga baru tiba di dek penumpang. Kami langsung lari menuju ruangan yang bisa digunakan untuk tidur. Bukan, bukan kamar tidur ya.. Tapi ruangan luas yang kita bisa ngampar dengan bantal yang disewa. Itu pun kami harus bayar sekitar 15 ribu kalau nggak salah untuk bisa ada di ruangan tersebut.

Pingsanlah kami selama berjam-jam sampai tiba di Bakauheni. Untungnya, penyebrangan lancar tanpa merasakan ombak yang besar sama sekali. Mungkin juga karena kapal ferrynya bagus dan masih baru.

Drama #3: Mana sih Pahawang?

Kapal tiba di Bakauheni sekitar jam 08.00 pagi. Setelah keluar dari kapal, kami berempat dengan rombongan travel yang lain duduk dulu menanti mobil yang akan mengantar kami ke pelabuhan Ketapang. Iyaaaa, perjalanan masih jauh maaan. 

Karena pesertanya banyak, kami dibagi menjadi group dengan 5 mobil yang berbeda. Kami kira perjalanan paling cuman 1 jam saja. Ya ampyuuuun, kok udah tidur, bangun, tidur, pipis, tidur, bangun, nggak sampai-sampai yaaa. Tanya ke driver-nya, katanya masih jauuuuh. Halaaaah. Tiba di pelabuhan Ketapang sekitar jam 1 siang. Langsung dibawa ke rumah penduduk untuk makan siang. Iya, kami belum makan pagi! Gila kan.. bagi saya yang konsisten makan pagi, rasanya udah pengen ngamuk-ngamuk karena kelaparan. Setelah makan, kami bersih-bersih sebentar, ganti baju karena kemungkinan besar kami akan langsung nyemplung alias snorkeling. Kami juga sewa kaki katak dan alat snorkel bagi yang nggak bawa. Setiap orang juga dapat jaket pelampung biar aman nyebur di laut.
Tumpukan jaket pelampung yang siap dibagikan

Nggak beberapa lama, kami diantar untuk naik perahu menuju Pahawang. Woke deeeh, akhirnya nih. Perahu kami kecil, tapi muatnya buaaaanyyyaaak, sampai saya deg-degan ini muat nggak perahunya. 
Perjalanan ke Pahawang sekitar 1 jam, tapi sebelum tiba di pulau kami diantarkan ke spot untuk snorkeling. Karena udah capek nunggu dari hari sebelumya, kami masih agak-agak nggak semangat disuruh untuk langsung nyebur ke laut.

Alasannya: airnya nggak jernih, hijau-hijau gimana gitu, nggak keliatan ikannya, trus badan udah capek juga. Tapi ya sudahlah, nyebur aja. Dan benar kaaaan? Ikannya sedikit, walau ada nemo tapi kebanyakan dia ngumpet. Yang ada malahan spot-spot untuk foto dengan tulisan Welcome to Pahawang dsb itu. Hadeeuuuuh.

Tapi saya cukup senang sih ketika udah nyebur, enak aja gitu ngambang-ngambang di laut dan lihat ikan-ikan kecil seliweran setelah berjam-jam nunggu momen untuk nyemplung.
Sempat juga main kayak banana boat bareng teman-teman. Lumayan, teriak-teriak untuk menghilangkan frustasi akan perjalanan yang melelahkan.
Siap nyemplung
Sore hari menjelang naik ke perahu, snorkel saya yang bagian selang nyemplung di laut dan nggak ada yang bisa ngambilin. Yah, nasib. Besok terpaksa pinjam teman deh kalo mau nyemplung.

Tiba di Pulau Pahawang, syukurnya tidak ada drama yang aneh-aneh lagi. Enak aja ngobrol sama teman-teman yang ada di group kami. Karena kami satu perahu, dan dikumpulin menginapnya di satu rumah penduduk, jadi kami bisa ngobrol-ngobrol dan saling kenal satu sama lain. Eh, malahan ada yang tinggalnya satu kompleks dengan saya. Jauh-jauh ya ke Pahawang ketemu tetangga juga plus ada juga yang kenal dengan keponakan sayaaaa.

Acara makan malam, ada barbeque. Katanya ada barbeque, tapi saya sudah tahu karena panitianya nggak jelas, pasti yang disebut barbeque sama mereka juga nggak jelas. Dan bener loh, barbeque-nya itu cuman ikan kayak ikan kembung sepotong. Hahahaha.

Alhasil, kami pesan mie rebus sendiri dan air kelapa untuk makan malam. Saking sebalnya tuh.

Drama #4: Kembali ke Jakarta

Keesokan harinya, saya dan geng (yang berempat kemarin) memutuskan bangun pagi dan jalan-jalan sekitar pulau. Yang penting ada foto-foto keceh di pagi hari dekat dermaga, dekat perahu, di bawah pohon-pohon kelapa. Pokoknya bikin senang hati deh.
Mikir, kok bisa ya terdampar di sini....



Ini bukan sunset, tapi mentari pagi di Pahawang





Nggak ada sarung buat nutupin paha. Maaf...

Nyengir dulu di antara pohon kelapa

Kami semua sudah siap untuk berangkat dari jam 07.45 pagi, karena semua diminta untuk berkumpul jam 08.00 pagi. Eh, seperti biasalah, sampai jam 08.15 aja yang nongol masih sedikit. Kacau ya. Kami baru berangkat dari pulau sekitar jam 08.30 pagi, sudah mulai panas.

Kami nggak langsung ke spot snorkeling tapi mampir dulu ke daerah pasir timbul. Ini bagus tempatnya, lumayan keren untuk foto-foto. Pokoknya masih pagi, dandanan masih oke, foto pun jadi keren.
Main-main air (benaran) di daerah pasir timbul




Dari sana, kami menuju spot snorkeling yang lain, langsung semangat nyebur untuk lihat nemo lagi. Eh, tetap aja, nggak nemu banyak. Ikan kecil-kecil yang banyak. Yah, sayang banget.
Setelah puas ngambang, berenang, lihat ikan-ikan, saya naik lagi ke perahu.
Perahu pergi lagi ke satu spot terakhir untuk snorkeling. Tempat penangkaran nemo. Saya udah malas nyemplung karena udah rintik-rintik hujan juga. Udah nyaman di perahu. Akhirnya Mei dan beberapa orang yang nyemplung.
Eh tiba-tiba, Mei naik hanya dengan pakai kacamata. Selangnya jatuh juga!! Tenggelam dan nggak ada yang bantuin untuk ngambilin selangnya. Parahnya, dia nyewa alat snorkeling itu, pasti disuruh bayar denda.

Sebelum ke pelabuhan Ketapang, kami mampir juga di pulau yang lain dan sempat main-main sebentar di pulau ini. Malahan ada anggota group yang sempat-sempatnya makan mie dulu di sini saking laparnya.


Lari dari kenyataan yang berat inih....
Tiba di pelabuhan Ketapang, kami semua langsung bersih-bersih, mandi dan siap-siap untuk diantar mobil kembali ke Bakauheni. Eh, tiba-tiba, seorang panitia lansung nyamperin Mei untuk bayar denda. Gilak, dendanya 300 ribu!!! Akhirnya setelah nego dengan alot, Mei disuruh bayar 250 ribu. Ya ampyuuuun. Langsung saya bilang, ya udah, besok-besok beli alat snorkeling sendiri. Kalau hilang juga nggak gelo banget, udah bayar sewa dan masih kena denda pulak kalau hilang.

Selama perjalanan, Julian yang paling rempong dan bolak balik menyatakan kekesalannya dengan panitia travel kali ini. Saya juga, tapi lebih banyak dengarin aja. Ya sudahlah, tetap ada yang bisa dinikmati kok selama traveling.

Ohya, tentang berkendara di jalanan Lampung, hmmm gilaaaa. Udah satu mobil nyalip, mobil satu lagi nyalip di kanannya. Jadi benar-benar 3 lajur dipakai untuk salip-salipan. Edaaaaaan.
Rasanya lega banget pas tiba di Bakauheni, pengen cepat-cepat masuk ke kapal, tidur.
Eh, pelabuhannya lebih bagus dari pada Merak loh. Beneran deh.

Tiba di Jakarta sekitar jam 11an malam dan kami langsung diantar kembali ke meeting point semula di Semanggi. Sekitar jam 01.30 pagi saya pesan taksi online, dan si pengemudinya mengira saya habis dugem di Semanggi. Saya udah ngomel-ngomel saja selama perjalanan. Enak aja dikira clubbing, ini baru selesai clubbing di kapal ferry tauuuuk.

Lesson learned dari perjalanan ini:

1. Lihat selalu waktu pemilihan trip. Ada bulan-bulan yang sangat cocok untuk ke pantai, ada bulan-bulan tertentu yang harus dihindari untuk ke pantai.
2. Pilih operator trip yang kredibel. Kenyamanan, keselamatan, dan kepastian dalam perjalanan itu penting. Jangan pilih asal murah saja.
3. Make friends di manapun kapan pun... Karena siapa tahu bisa ketemu lagi untuk jalan-jalan lagi
4. Selalu nikmati segala kondisi seburuk apapun. Kalau sudah terlewati toh bisa jadi cerita yang menarik buat teman-teman yang lain kan.

You Might Also Like

0 komentar